Belum Terlihat Komitmen
Kuat
pemerintah menyelesiakan,”Kasus-Kasus HAM di Tanah Papua sebagai mana Harapan
Rakyat Papua akan keadilan”.
Sejalan dengan kuatnya tuntutan rakyat papua, Teluk Bintuni harus dijadikan
cermin pemerintah untuk menghormati dan mengakui hak Masyarakat Adat.
Sejalan dengan kuatnya tuntutan rakyat papua, Teluk Bintuni harus dijadikan
cermin pemerintah untuk menghormati dan mengakui hak Masyarakat Adat.
By,Yohanes Akwan.
Barat, 1 Maret 2017.Telum
Bintuni yang dahulu sangat terpencil,yang diselimuti hutan hujan tropis dan
mangrove,kini dalam proses berali wujud menjadi lansekap industrial.Separuh
dari perubahan lansekap ini adalah akibat dari pembangunan industry migas dan
menyusul industri perkebunan kelapa sawit skala besar.Hari ini,bahan bakar
minyak tidak hanya dihasilkan oleh migas yang terletak dibahwa tanah,melainkan
juga bersumber dari minyak nabati yang tumbuh dari pohon.
Kondisi
diatas diperkuat dengan adanya kebijakan pemerintah pusat menetapkan 14 kawasan
industry perwilayah indonesia, salah
satu kawasan industri itu berada di daerah Teluk Bintuni. Di sana akan dibangun
kawasan industri minyak dan gas (migas) dan pupuk. Pemerintah daerah sebagai mana termaktub dalam Mater Plan
untuk“Strategi Pengembangan & Pemerataan Infrastruktur Penunjang Migas Kawasan Timur dalam Menunjang Ketahanan
Energi Nasional”, yang merupakan lanjutan serupa
dengan Program MP3EI maka, Teluk Bintuni masuk pada kawas Sona Ekonomi kusus
wilayah 14 sebagai pusat indusitri di Indonesia.
Artinya
Bukan hanya BP Tangguh,Genting Oil,Eni Oil,The Lion Group,HCW Papua Plantation
saja yang bergerak untuk mengambil migas dan usaha Perkebunan Kelapa Sawit
tetapi sudah pasti beberapa perusahan asing ( dengan Sekutu local) punya
rencana untuk membangun pabrik petrokimia,termasuk Ferrostaal (asal Jerman,Pabrik methanol),LG
(Asal Korea Selatan,Pabrik methanol) dan PT Pupuk Indonesia (Pabrik Urea) dengan
memanfaatkan luasan mencapai 2.344 hektar, disamping
itu untuk bagian timur Kabupaten Teluk Bintuni terdapat banyaknya konsesi
tambang batu bara yang kini berada dalam tahap eksplorasi.(Lihat Atlas Sawit Papua Dibawah
Kendali Penguasa Modal).
Kehadiran Investasi dan Arus Masuk
Penduduk
Rencana
ekspansi secara besar-besaran oleh perususahan-perusahan pertambangan maupun perkebunan
dalam skala besar’’membuat Teluk Bintuni bukan lagi merupakan daerah yang tertutup
bagi orang luar untuk mengadu nasib di Teluk Bintuni.Kebijakan Pemerintah boleh
di kata sangat baik untuk menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat,’’ namun
perlu diingat bahwa,’’ keberadaan masyarakat adat akan semakin terancam akibat
masuknya perusahan-perusahan raksasa,’’dimana hutan dan laut akan di klem untuk
kepentingan investasi yang telah dikemukan diatas.
kehadiran
investasi skala besar akan ikut mendorong masuknya orang luar kedaerah akan
semakin banyak,’’dimana ketika tidak di proteksi secara baik dan benar
maka,kecenderungan kuat akan muncul komflik social yang berdimesi pelanggaran
HAM berat(Lihat Kasus
Maryedi beradara tahun 2003 seakan hilang begitu saja ditelang bumi)
dikemudian hari. Bukan hanya kekuatiran itu saja tetapi akan turut mendorong
lajuh krusakan hutan yang berdampak pada hilangnya nilai-nilai kearifan local sebagai
akibat dari dampak investasi di Teluk Bintuni. Menjadi pertanyaan, kebijakan
pemerintah pusat menetapkan Teluk Bintuni Sebagai Kawasan Ekonomi Khusus dapat
menjamin bahwa,”kasus-kasus pelanggaram HAM dimasa lalalu tidak terjadi lagi
seperti contoh;
Catan Peristiwa Yang di Verifikasi
- Operasi seismic oleh ARCO (Atlantic Richfield Company) di daerah menyebabkan kebakaran dusun sagu yang mengakibatkan 48 bayi meninggal tahun 1994 di Weriagar.
- Pada tahun 1999, PT Varita Maju utama lagi-lagi menunjukkan cara picik. Perusahaan memberikan uang ganti rugi sebesar Rp. 100 juta atas tanah seluas 3.300 hektar atau per hektar tanah sekitar Rp 30.000. dan juga membebankan syarat bahwa warga setempat tidak boleh menuntut hingga generasi cucu mereka nanti.
- Pembayaran areal seluas 3.266 hektar dengan harga Rp 300,-/m2 (sebelumnya Rp.15,-), oleh BP tangguh kepada masyarakat saengga tanah merah.2003.
- Kasus pelanggaran HAM maryedi berdarah tahun 2003 mengakibatkan 4 orang meninggal dunia dan dua orang di aniaya serta satu orangnya di penjara.
- Komflik diatara marga ateta dan agofa yang menyebabkan satu orang ditahan oleh polisi.(Study Saengga Report Tahun 2007 Oleh Jasoil Tanah Papua)
- Pembunuhan terhadao 2 orang anak,satu orang ibu yang sedang mengandung di teluk bintuni tahun 20015 oleh Oknun TNI dan pembunuhan misterius lainnya yang belum ditemukan pelakunya hingga saat ini.(Majala Bur Tahun 2005)
Belajar dari Kesalahan dan Berupaya
Memperbaiki
Pemerintah
pusat dan daerah sudah harus berpikir menerapkan prinsip-prinsi keadilan dalam
rangka perlindungan dan pengakuan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat
sebagaimana prinsisp-prinsip memanusiakan manusia untuk mewujudkan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Sejalan dengan itu maka yang penting dilakukan adalah
mendudukan Masyarakat adat sebagai subyek utama dalam setiap mekanisme tingkatan
perundingan yang bermartabat duduk sejajar dan saling menghormati satu dengan
lainya sebagaimana prinsip-prinsip saling menguntungkan.
Belajar
dari sejumlah kasus-kasus yang sudah perna terjadi,maka penting harus dilihat
adalah perubahan paradikma pelaku bisnis dalam memandang Manusia dan tanah sebagai satu kesatuan yang tidak dapat
dipisakan secara parsial-parsial dalam peruntukannya.untuk itu pemerintah pusat
dan pemerintah daerah harus memilikiki komitmen political Wil,yang kuat untuk mengambil kebijakan yang dapat mengakomodir
kepentingan pemilik tanah adat dalam
bentuk tata kelolah yang berkelanjuta dengan tidak mengabaikan penghormatan
terhadap nilai-nilai ekonomi, Politik dan social budaya.
Teruma
sebelum pemerintah menjalankan kebijakan tersebut prinsip yang harus di
utamakan adalah penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan kemanusia yang diduga
sengaja menghilangkan nyawa manusia dengan cara melawan hukum. Kasus-kasu
pelanggaram HAM yang terjadi hingga saat ini belum juga diselesaikan,
pemerintah tidak harus tinggal diam. Pemerimtah sebagai peneyelngara Negara
tidak harus memberikan pengampunan terhadap pelaku sebagaimana perbuatannya
yang bertentangan dengan konsitusi Negara. Dilain pihak Masyarakat korban
pelanggaran HAM mestinya harus mendapat perhatian program rehabilitasi dari
Negara untuk memperbaiki kondisi mental korban agar terbebas dari troma masa
laluh. (Anes)
Lampiran.Peta Sebarab Industri Di Teluk Bintuni Tanah Papua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar