Kamis, 09 Maret 2017

Lus Opinio Tentang Pelanggaran PERDA RT/RW Provinsi Papua Barat No. 23 Tahun 2013 Oleh;Yohanes Akwan


Aspek Pengujian Terhadap RTRW (Tata Ruang) Papua Barat

Bahwa RTRW (Tata Ruang) Papua Barat,menimbulkan polemik yang berdampak pada pelanggaran hukum terhadap pemberlakukan PERDA RTRW (Tata Ruang) Provinsi Papua No. 23 Tahun 2013,sebagaimana pembentukan peraturan daerah belum sepenuhnya memuat,Asas pengayoman, Asas keadilan, dan Asa keseimbangan.

Bahwa Pemaksaan kehendak dari Pemerintah Provinsi Papua Barat sangat bertentangan dengan Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 pasal 1 ayat ( 9,10,11 dan 12) tentang penataan ruang yang belum mencerminkan partisipatif aktif masyarakat sebagaimana aturan Lex genelaris tidak harus dipaksakan setara dengan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Kusus Papua BAB XIX  tentang pembangunan berkelanjutan pasal 63 dan 64.

Bahwa kegagalan pemerintah melibatkan peran aktif dari Masyarakat untuk dapat terlibat menetukan proses untuk melahirkan ouput berkelanjutan sehingga diduga telah terjadinya pelanggaram HAM terkait Penataan Ruang Papua Barat karena tidak melalui sebuah proses mekanisme yang baik dan benar sehingga bertentangan dengan materi muatan Pasal 6 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) yang berbunyi: 
“Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman.”dan juga pemerintah daerah telah mengabaikan Pendekatan konstitusional terhadap Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 sebagai bentuk pendekatan HAM. sehingga menimbulkan pelanggaran juga terhadap sistematika UUD 1945 yang meletakkan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 di dalam Bab XA tentang Hak Asasi Manusia bersamaan dengan hak-hak asasi manusia lainnya.

Bahwa sebagaimana juga diketahui, berdasarkan konstitusi dan perubahan UU 41 tentang Kehutanan, pasca surat keputusan MK-35 tahun 2012 yang mengabulkan perubahan bahwa hutan adat bukan lagi hutan negara, dapat berarti masyarakat adat Papua mempunyai otoritas menentukan dan mengatur status, fungsi dan peruntukkan kawasan hutan di wilayahnya masing-masing. Penyimpangan dan tidak diakuinya hak dan partisipasi masyarakat adat Papua dalam penataan ruang berarti pelanggaran hukum terhadap keberadaan orang Papua.

Pemaksaan,Pengujian dan Pengusulan Kawasan.

Text Box: Suber.Peta Potensi Pemdan Papua BaratBahwa Usulan perubahan RTRWP Papua Barat cenderung mengakomodir izin-izin investasi perkebunan sawit, perluasan izin pembalakan kayu dan pertambangan, yang memang telah diterbitkan izin lokasi oleh pemerintah daerah, pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana transportasi, program transmigrasi, pemukiman penduduk dan perluasan kota, proyek nasional pembangunan koridor investasi (MP3EI), pengembangan kawasan industri terpadu, pelabuhan peti kemas dan sebagainya.


Bahwa berdasarkan data.Papua Barat mengusulkan revisi RTRWP dengan perubahan kawasan hutan seluas 1.836.327 hektar, terdiri dari: perubahan peruntukkan seluas 952.683 hektar dan perubahan fungsi seluas 874.914 hektar dan perubahan APL (Areal Penggunaan Lain) menjadi kawasan hutan seluas 8.730 hektar.

Bahwa fakta lain juga. Tim Terpadu (TIMDU) yang melakukan penelitian atas usulan revisi tersebut merekomendasikan perubahan peruntukkan menjadi APL seluas 263.045 ha, perubahan fungsi seluas 334.071 ha dan perubahan APL menjadi kawasan hutan seluas 813 ha. Sehingga luas kawasan hutan di Provinsi Papua Barat dari seluas 10.257.693 ha menjadi 9.995.461 ha.


Bahwa juga kita ketahui disisi lain penyusunan Perda RTRW (Tata Ruang) jelas mengunakan anggran sebesar 30 milyar dari informasi yang kami peroleh,maka semestinya penegak hukum seperti,KPK,Kejaksaan dan Kepolisian di Papua barat harus ikut terlibat menyelidiki pengunaan anggaran tersebut,karena ada dugaan kuat telah terjadi penyalagunaan anggaran dan juga dugaan pembuatan prodak hukum RTRW (Tata Ruang) Papua Barat berpotensi terjadinya gratifikasi terhadap pembuatan terkait penyusunan Perda RTRW (Tata Ruang ) Papua Barat.

Keberatan Pemberlakuan Perda RTRW Papua Barat


Bahwa pemberlakuan Perda RTRW (Tata Ruang) Papua Barat semestinya harus ditanggukan dan di uji kembali sebagaimana dasar sistem perundang-undangan yang berlaku dinegara kesatuan republik indonesia. Bahwa semua  izin-izin perkebunan,pertambangan,Kehutanan dan lainnya yang telah di keluarkan harus di bekukan sampai dengan adanya singkronisasi terhadap hak-hak masyarakat hukum adat terpenuhi sehingga tidak menimbulkan komflik ditengah masyarakat sebagaimana situasi hari ini yang kita hadapi.

Bahwa untuk mewujudkan roh dari Undang - Undang Nomor 21 Tahun 2001 atau Undang Nomor 35 Tahun tahun 2008 tentang otonomi kusus Papua dan Papua barat,(lex specialis),maka peraturan daerah kusus harus menjadi pijakan utama berlakunya peraturan lainnya di papua barat dalam menyusun dan menetapkan rencana tata ruang wilayah sehingga semua aturan yang bersifat ( Lex Generalis) dapat disandingkan diatas perda pengakuan dan perlindungan hak Masyarakat Hukum adat di Papua Barat.
Dengan demikian maka yang paling harus bertanggung jawab adalah;Pemerintah Republik Indonesia, Cq.Menteri Kehutanan,Gubernur Papua Barat,DPR Papua Barat,Dinas Kehutanan Papua Barat dan Para Bupati se Kota dan Kabupaten di Papua Barat.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar