Bahwa RTRW (Tata Ruang) Papua
Barat,menimbulkan polemik yang berdampak pada pelanggaran hukum terhadap pemberlakukan
PERDA RTRW (Tata Ruang) Provinsi Papua No. 23 Tahun
2013,sebagaimana pembentukan peraturan daerah belum sepenuhnya memuat,Asas
pengayoman, Asas keadilan, dan Asa keseimbangan.
Bahwa
Pemaksaan kehendak dari Pemerintah Provinsi Papua Barat sangat bertentangan
dengan Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 pasal 1 ayat ( 9,10,11 dan 12) tentang
penataan ruang yang belum mencerminkan partisipatif aktif masyarakat sebagaimana
aturan Lex genelaris tidak harus dipaksakan setara dengan Undang-Undang Nomor
21 tahun 2001 tentang Otonomi Kusus Papua BAB XIX tentang pembangunan berkelanjutan pasal 63 dan
64.
Bahwa
kegagalan pemerintah melibatkan peran aktif dari Masyarakat untuk dapat
terlibat menetukan proses untuk melahirkan ouput berkelanjutan sehingga diduga
telah terjadinya pelanggaram HAM terkait Penataan Ruang Papua Barat karena tidak
melalui sebuah proses mekanisme yang baik dan benar sehingga bertentangan
dengan materi muatan Pasal 6 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (UU HAM) yang berbunyi:
“Identitas
budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi,
selaras dengan perkembangan zaman.”dan juga pemerintah daerah telah mengabaikan
Pendekatan konstitusional terhadap Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 sebagai bentuk
pendekatan HAM. sehingga menimbulkan pelanggaran juga terhadap sistematika UUD
1945 yang meletakkan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 di dalam Bab XA tentang Hak
Asasi Manusia bersamaan dengan hak-hak asasi manusia lainnya.
Bahwa
sebagaimana juga diketahui, berdasarkan konstitusi dan perubahan UU 41 tentang
Kehutanan, pasca surat keputusan MK-35 tahun 2012 yang mengabulkan perubahan
bahwa hutan adat bukan lagi hutan negara, dapat berarti masyarakat adat Papua
mempunyai otoritas menentukan dan mengatur status, fungsi dan peruntukkan
kawasan hutan di wilayahnya masing-masing. Penyimpangan dan tidak diakuinya hak
dan partisipasi masyarakat adat Papua dalam penataan ruang berarti pelanggaran
hukum terhadap keberadaan orang Papua.
Pemaksaan,Pengujian dan Pengusulan Kawasan.
Bahwa Usulan
perubahan RTRWP Papua Barat cenderung mengakomodir izin-izin investasi
perkebunan sawit, perluasan izin pembalakan kayu dan pertambangan, yang memang
telah diterbitkan izin lokasi oleh pemerintah daerah, pembangunan infrastruktur
sarana dan prasarana transportasi, program transmigrasi, pemukiman penduduk dan
perluasan kota, proyek nasional pembangunan koridor investasi (MP3EI),
pengembangan kawasan industri terpadu, pelabuhan peti kemas dan sebagainya.
Bahwa fakta
lain juga. Tim Terpadu (TIMDU) yang melakukan penelitian atas usulan revisi
tersebut merekomendasikan perubahan peruntukkan menjadi APL seluas 263.045 ha,
perubahan fungsi seluas 334.071 ha dan perubahan APL menjadi kawasan hutan
seluas 813 ha. Sehingga luas kawasan hutan di Provinsi Papua Barat dari seluas
10.257.693 ha menjadi 9.995.461 ha.
Bahwa
juga kita ketahui disisi lain penyusunan Perda RTRW (Tata Ruang) jelas
mengunakan anggran sebesar 30 milyar dari informasi yang kami peroleh,maka
semestinya penegak hukum seperti,KPK,Kejaksaan dan Kepolisian di Papua barat
harus ikut terlibat menyelidiki pengunaan anggaran tersebut,karena ada dugaan
kuat telah terjadi penyalagunaan anggaran dan juga dugaan pembuatan prodak
hukum RTRW (Tata Ruang) Papua Barat berpotensi terjadinya gratifikasi terhadap
pembuatan terkait penyusunan Perda RTRW (Tata Ruang ) Papua Barat.
Keberatan Pemberlakuan
Perda RTRW Papua Barat
Bahwa
untuk mewujudkan roh dari Undang - Undang Nomor 21 Tahun 2001 atau Undang Nomor 35 Tahun tahun 2008 tentang otonomi kusus
Papua dan Papua barat,(lex specialis),maka peraturan daerah kusus harus menjadi
pijakan utama berlakunya peraturan lainnya di papua barat dalam menyusun dan
menetapkan rencana tata ruang wilayah sehingga semua aturan yang bersifat ( Lex
Generalis) dapat disandingkan diatas perda pengakuan dan perlindungan hak
Masyarakat Hukum adat di Papua Barat.
Dengan demikian maka yang paling harus
bertanggung jawab adalah;Pemerintah Republik Indonesia, Cq.Menteri
Kehutanan,Gubernur Papua Barat,DPR Papua Barat,Dinas Kehutanan Papua Barat dan
Para Bupati se Kota dan Kabupaten di Papua Barat.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar